UKM UNGGULAN DEKRANAS

Galeri Batik Jawa dalam pameran Kriya Nusantara ini menjadi
pusat perhatian pengunjung. Bukan karena produknya saja yang memang elegan
memikat. tetapi juga edukasi yang ditampilkan di standnya. Diantaranya, mereka
menaruh perangkat pembuatan batik, bahan-bahan alami batik alam, dan sejumlah
banner yang menginformasikan tentang kekuatan produk alam dalam helaian batik.
Dominan warna batik yang disuguhkan adalah biru indigo yang berasal dari daun pohon nila
atau warna coklat hingga kekuningan dari kulit pohon soga tingi. Workshop
Galeri Batik Jawa berlokasi di Yogyakarta. Pemasaran masih dalam skup lokal, di
seputaran Yogyakarta dan Jakarta.
Tetapi, menurut Ajeng, salah seorang penjaga stand, ownernya
kerap berpameran di luar negeri, diantaranya
Jepang, Hongkong, Barcelona, dan London. Biasanya bekerja sama
dengan Kementerian Perdagangan atau
undangan dari Konsulat Jenderal RI. “Kami sedang menjajaki pasar ekspor. Ketika
pameran di Hongkong ada beberapa negara yang tertarik dengan produk kami. Namun
sebatas aksesoris atau boneka,” ujar
Ajeng.
Produk yang dihasilkan di Galeri Batik Jawa, diantaranya
kain, selendang, hingga ready to wear dengan kisaran harga Rp 295 ribu sampai Rp 5 juta. Batik dengan
warna alam kini menjadi trend karena eco friendly dan diharapkan dapat diminati
pasar internasional. Catatan prestasi pernah diraih Galeri Batik Jawa. Ya, pada
2014 berhasil memperoleh Award of Excellence for Handicrafts South East Asia
Programme dari World Craft Council.
Peserta lain yang tak kalah menarik adalah tas-tas handmade
besutan CV Daun Agel yang baru dirintis tahun 2013. Berlokasi di Bengkalan,
Madura, ia menggunakan serat daun palem yang mudah ditemui di sekitar rumah
sebagai bahan dasar pembuatannya.
Keunggulan serat daun palem tidak tergantung musim, baik
musim hujan atau kemarau selalu tumbuh baik. Untuk pewarnanya, digunakan
pewarnaan alami. Warna kemerahan diambil dari pohon jati, warna biru dari
pandai.
Faiqotul Himmah, perajin yang merintis usaha tas daun agel
ini menjelaskan bahwa proses pembuatan tas lumayan memakan waktu. Rata-rata
satu tas dikerjakan dalam tempo 7 hari dengan menggunakan tangan. Kecuali
pemasangan furing digunakan mesin jahit.
CV Daun Agel saat ini memperkerjakan 60 orang perajin yang
tak lain adalah masyarakat sekitar yang rata-rata adalah petani. Lumayan hasil
dari kerajinan ini bisa memberikan tambahan bagi penghasilan mereka. Sejak awal
didirintisnya usaha ini, memang direncanakan untuk pasar ekspor. Makanya ketika
ada penawaran pameran ke luar negeri, ia tak pernah menolak. Dibantu permodalan untuk berpameran oleh
pemerintah Jawa Timur dan sejumlah pihak terkait, produk CV Daun Agel pun
melenggang ke Jepang, Filipina,
Kanada, Amerika, Guang Zao, dan Swiss.
Soal penggunaan website untuk promosi telah dirasakan
manfaatnya oleh Richa, perajin produk dari pohon kelapa dari Sleman. Sudah
sejak tahun 1996, ayahnya menjalani usaha kerajinan ala peraga dari batang
kelapa. Produknya sempat laris manis di pasaran. Bahkan sudah sampai Australia,
ekspor wadah bedak bayi dari batang kelapa . Tetapi itu tak berlangsung lama.
Krisis moneter tahun 1998 dan bom Bali tahun 2002 meredupkan usahanya. Sehingga
keluarganya harus banting stir dan melakukan efisiensi.
Website adalah salah satu media yang digunakan untuk
mempromosikan produknya. Walhasil, usaha keluarganya bisa eksis hingga saat
ini. Kini produknya beragam berupa perkakas rumah tangga yang kesemuanya
terbuat dari kayu kelapa. Menurut Richa, kayu kelapa yang alami banyak disukai
Pasar luar, seperti Australia, Belanda, Jepang, Amerika, Inggris dan Belgia.
peraJin sulam usus Dan tapis. Yanti Farida ketika ditemui di standnya terlihat
sibuk membenahi sejumlah pakaian bersulam tapis. Ia menata dengan baik sehingga
pengunjung yang melewati standnya melirik produknya. Rupanya, penataan dari
wanita asli Lampung Selatan ini mujarab. Bola mata saya langsung melirik ke
atas berwarna merah menyala. Bercerita tentang sulam usus, Yanti yang memiliki
barang di paviliun Lampung di Smesco ini, mengaku baru tiga tahun
menggelutinya. Ia lama menjadi perajin tapis, sejak 1988. Keduanya tapis dan
sulam usus, asli kerajinan dari Lampung. Awalnya ia hanya menjajakan sulam usus
dari temannya.
Ibu Yanti ini memang sudah matang di pameran. Ia memanfaatkan
pameran benar-benar sebagai ajang berjualan dan mengenali selera pasar. Dalam
sebulan, ia bisa mengikuti rata-rata tiga pameran. Manfaatnya, seusai pameran,
biasanya ia mendapakan banyak pesanan. Termasuk di Kriya Nusantara ini, produknya selalu diminati penyuka sulam tapis
dan etnik. Untuk memelihara relation dari customernya yang kebanyakan di
Jakarta, Yanti membuka toko display produknya di Sarinah, paviliun Lampung di
Smesco dan di Thamrin City.
Di Smeso, ia bergabung sejak dua tahun lalu, diajak oleh
Dekranasda Lampung. ”Lumayan lah di Smesco, dikit-dikit menghasilkan. Harga di
Smesco cukup murah jka dibanding produknya yang dijajakan di Sarinah. Di Smesco
kami tidak dikenakan biaya-biaya, hanya dikenakan 10 persen jika produk laku.
Karena itu, ia selalu mengajak pembeli agar menengok produknya di Smesco. Kalau
butuh produk dengan model bervariasi,
bisa langsung menghubungi kontak saya yang saya taro di Smesco.
Artikel bisa di unduh disini
Magazine Edisi 4-2016
Artikel bisa di unduh disini
Magazine Edisi 4-2016
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai "UKM UNGGULAN DEKRANAS".
ReplyDeleteSaya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Indonesia yang bisa anda kunjungi di http://indonesia.gunadarma.ac.id