Dekranas kriya nusantara 2016

UKM UNGGULAN DEKRANAS

GALERI BATIK JAWA



Galeri Batik Jawa dalam pameran Kriya Nusantara ini menjadi pusat perhatian pengunjung. Bukan karena produknya saja yang memang elegan memikat. tetapi juga edukasi yang ditampilkan di standnya. Diantaranya, mereka menaruh perangkat pembuatan batik, bahan-bahan alami batik alam, dan sejumlah banner yang menginformasikan tentang kekuatan produk alam dalam helaian batik.
Dominan warna batik yang disuguhkan adalah  biru indigo yang berasal dari daun pohon nila atau warna coklat hingga kekuningan dari kulit pohon soga tingi. Workshop Galeri Batik Jawa berlokasi di Yogyakarta. Pemasaran masih dalam skup lokal, di seputaran Yogyakarta dan Jakarta.
Tetapi, menurut Ajeng, salah seorang penjaga stand, ownernya kerap berpameran di luar negeri, diantaranya  Jepang, Hongkong, Barcelona, dan London. Biasanya bekerja sama dengan  Kementerian Perdagangan atau undangan dari Konsulat Jenderal RI. “Kami sedang menjajaki pasar ekspor. Ketika pameran di Hongkong ada beberapa negara yang tertarik dengan produk kami. Namun sebatas  aksesoris atau boneka,” ujar Ajeng.
Produk yang dihasilkan di Galeri Batik Jawa,  diantaranya  kain, selendang, hingga ready to wear dengan kisaran harga  Rp 295 ribu sampai Rp 5 juta. Batik dengan warna alam kini menjadi trend karena eco friendly dan diharapkan dapat diminati pasar internasional. Catatan prestasi pernah diraih Galeri Batik Jawa. Ya, pada 2014 berhasil memperoleh Award of Excellence for Handicrafts South East Asia Programme dari World Craft Council.
Peserta lain yang tak kalah menarik adalah tas-tas handmade besutan CV Daun Agel yang baru dirintis tahun 2013. Berlokasi di Bengkalan, Madura, ia menggunakan serat daun palem yang mudah ditemui di sekitar rumah sebagai bahan dasar pembuatannya.
Keunggulan serat daun palem tidak tergantung musim, baik musim hujan atau kemarau selalu tumbuh baik. Untuk pewarnanya, digunakan pewarnaan alami. Warna kemerahan diambil dari pohon jati, warna biru dari pandai.
Faiqotul Himmah, perajin yang merintis usaha tas daun agel ini menjelaskan bahwa proses pembuatan tas lumayan memakan waktu. Rata-rata satu tas dikerjakan dalam tempo 7 hari dengan menggunakan tangan. Kecuali pemasangan furing digunakan mesin jahit.
CV Daun Agel saat ini memperkerjakan 60 orang perajin yang tak lain adalah masyarakat sekitar yang rata-rata adalah petani. Lumayan hasil dari kerajinan ini bisa memberikan tambahan bagi penghasilan mereka. Sejak awal didirintisnya usaha ini, memang direncanakan untuk pasar ekspor. Makanya ketika ada penawaran pameran ke luar negeri, ia tak pernah menolak.  Dibantu permodalan untuk berpameran oleh pemerintah Jawa Timur dan sejumlah pihak terkait, produk CV Daun Agel pun melenggang ke  Jepang, Filipina, Kanada,  Amerika, Guang Zao, dan Swiss.
Soal penggunaan website untuk promosi telah dirasakan manfaatnya oleh Richa, perajin produk dari pohon kelapa dari Sleman. Sudah sejak tahun 1996, ayahnya menjalani usaha kerajinan ala peraga dari batang kelapa. Produknya sempat laris manis di pasaran. Bahkan sudah sampai Australia, ekspor wadah bedak bayi dari batang kelapa . Tetapi itu tak berlangsung lama. Krisis moneter tahun 1998 dan bom Bali tahun 2002 meredupkan usahanya. Sehingga keluarganya harus banting stir dan melakukan efisiensi.

Website adalah salah satu media yang digunakan untuk mempromosikan produknya. Walhasil, usaha keluarganya bisa eksis hingga saat ini. Kini produknya beragam berupa perkakas rumah tangga yang kesemuanya terbuat dari kayu kelapa. Menurut Richa, kayu kelapa yang alami banyak disukai Pasar luar, seperti Australia, Belanda, Jepang, Amerika, Inggris dan Belgia. peraJin sulam usus Dan tapis. Yanti Farida ketika ditemui di standnya terlihat sibuk membenahi sejumlah pakaian bersulam tapis. Ia menata dengan baik sehingga pengunjung yang melewati standnya melirik produknya. Rupanya, penataan dari wanita asli Lampung Selatan ini mujarab. Bola mata saya langsung melirik ke atas berwarna merah menyala. Bercerita tentang sulam usus, Yanti yang memiliki barang di paviliun Lampung di Smesco ini, mengaku baru tiga tahun menggelutinya. Ia lama menjadi perajin tapis, sejak 1988. Keduanya tapis dan sulam usus, asli kerajinan dari Lampung. Awalnya ia hanya menjajakan sulam usus dari temannya.
Ibu Yanti ini memang sudah matang di pameran. Ia memanfaatkan pameran benar-benar sebagai ajang berjualan dan mengenali selera pasar. Dalam sebulan, ia bisa mengikuti rata-rata tiga pameran. Manfaatnya, seusai pameran, biasanya ia mendapakan banyak pesanan. Termasuk di Kriya Nusantara ini,  produknya selalu diminati penyuka sulam tapis dan etnik. Untuk memelihara relation dari customernya yang kebanyakan di Jakarta, Yanti membuka toko display produknya di Sarinah, paviliun Lampung di Smesco dan di Thamrin City.

Di Smeso, ia bergabung sejak dua tahun lalu, diajak oleh Dekranasda Lampung. ”Lumayan lah di Smesco, dikit-dikit menghasilkan. Harga di Smesco cukup murah jka dibanding produknya yang dijajakan di Sarinah. Di Smesco kami tidak dikenakan biaya-biaya, hanya dikenakan 10 persen jika produk laku. Karena itu, ia selalu mengajak pembeli agar menengok produknya di Smesco. Kalau butuh  produk dengan model bervariasi, bisa langsung menghubungi kontak saya yang saya taro di Smesco.

Artikel bisa di unduh disini
Magazine Edisi 4-2016


1 comment:

  1. Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai "UKM UNGGULAN DEKRANAS".
    Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai Indonesia yang bisa anda kunjungi di http://indonesia.gunadarma.ac.id

    ReplyDelete

Powered by Blogger.